Indonesia, Negara
yang kaya raya, kaya akan sumber daya alam serta sumber daya manusianya. Sumberdaya
yang berlimpah, yang seharusny mampu menjadi penopang hidup masyarakat justru sedikit
dirasakan manfaatnya oleh sebagian besar rakyat. Kita bisa lihat betapa banyaknya
golongan yang harus bekerja dengan keras untuk bertahan hidup, bahkan tidak jarang
kita menganggap pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang kotor atau bahkan tidak
halal.
Salah satu pekerjaan
yang dianggap hina ialah mencopet. Siapa yang tidak tahu pekerjaan pencopet? Apakah
hanya sekedar mencopet? Pekerjaan yang mereka lakukan tidak lain dan tidak bukan
merupakan usaha mereka untuk menyambung hidup mereka. Dipalak oleh preman-preman
jalanan, dikejar-kejar massa ketika ketahuan mencopet, bahkan tidak jarang mereka
keluar masuk bui karena tertangkap oleh polisi ketika sedang beroperasi. Setelah
membaca tulisan ini, mungkin sebagian besar dari kita menganggap mereka hina,
tapi pernahkah kita berpikir bahwa kita jugalah yang memaksa mereka menjadi pencopet.
Kalau pencopet itu
dianggap hina, bagaimana dengan para koruptor? Pencopet hanya mengambil
‘sedikit’ uang dari masyarakat, tetapi mereka menanggung beban resiko yang
sangat besar. Sedangkan kita lihat banyak koruptor di negeri ini yang banyak mengambil
uang rakyat, tetapi masih bisa bebas dan hidup dengan nyaman dan penuh kemewahan.
Bahkan penjara mereka pun bak istana
yang dipenuhi dengan berbagai macam fasilitas.
Minimnya pendidikan
merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya hal tersebut. Bagaimana tidak,
kita bisa melihat bahwa pendidikan di Indonesia ini masih tergolong mahal dan tidak
semua orang mampu menikmati manfaat pendidikan. Kesulitan biaya menjadi masalah
utama dalam masalah pendidikan ini. Inilah salah satu kontribusi kita dalam mencetak
seorang pencopet.
Siapa yang pernah
memikirkan bagaimana caranya menghilangkan berbagai macam kejahatan di negeri ini?
Jangankan memikirkanhal yang besar seperti itu, bahkan masi banyak hal-hal kecil
dan sepele lainnya yang luput dari perhatian kita. Kita terlalu sering disibukkan
oleh berbagai macam hal yang menjadi kesenangan sendiri. Kita hidup dengan berkecukupan,
senang-senang, tetapi di luar sana masih banyak orang yang tidak merasakan nikmatnya
hidup seperti yang kita rasakan.
Kurangnya kepedulian
kita membuat banyak anak-anak harus bekerja di masa bermainnya. Kurangnya kesadaran
kita untuk berbagi, membuat banyak anak-anak yang harus menghalalkan berbagai macam
kegiatan untuk menyambung hidup mereka. Apakah kita lupa bahwa hidup ini hanya sekali,
dan segala sesuatu yang kita hanyalah titipan dari Yang Maha Kuasa? Semua harta
benda kita tidak akan kita bawa sampai kita mati. Sekaya apapun kita, kita tidak
akan bisa memesan tempat di surge seperti kita memesan tempat duduk di kereta
atau di bioskop.
Sepertinya sudah cukup
kita membahas masalah pencopet. Bagaimana dengan pedagang asongan? Apabila kita
menganggap pencopet itu pekerjaan yang kotor, bagaimana dengan pedagang asongan?
Apakah kita juga masih menganggap pedagang asongan sebagai pekerjaan yang hina?
Secara harafiah,
pedagang asongan merupakan pekerjaan yang halal dan tidak melanggar norma-norma
yang ada di kehidupan ini. Tapi, pedagang asongan tidak jarang menjadi sasaran Satpol
PP yang secara rutin melakukan penertiban pedagang asongan dan kaki lima.
Sebenarnya, dimanakah kesalahan mereka? Bukankah mereka sama saja dengan kita?
Bekerja untuk menghidupi istri dan anak-anak mereka.
Tak jarang pula
Satpol PP melakukan tindak anarkis terhadap para pedangang asongan, kaki lima,
pengamen, dan pengemis. Padahal dalam Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa
fakir miskin dan anak terlantar ditanggung oleh Negara. Lalu mengapa dalam kenyataannya
mereka malah diinjak-injak?
Jadi, benarkan?
Sungguh lucunya negeri ini, dimana rakyat kecil bersusah payah mempertahankan hidupnya,
para koruptor yang membuat rakyat kecil miskin malah bersantai-santai di balik baju
safarinya. Lalu kemanakah Indonesia yang kaya akan sumber dayanya? Apakah telah
berganti menjadi Indonesia yang kaya akan korupsi dan kemiskinannya? Ini merupakan
koreksi kita bersama dan menjadi tugas mahasiswa sebagai agent of change untuk memperbaiki tatanan pemerintahan yang masih dihiasi
ketidakjujuran menjadi lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar